Ada Virus Baru di Arab, 9 Orang Tewas
Menjangkiti orang di Timur Tengah atau yang baru-baru ini ke sana.
ddd
Rabu, 13 Maret 2013, 09:42
Arfi Bambani Amri, Santi Dewi
(Fred Murphy/Wikipedia)
VIVAnews -
Sembilan orang penderita virus baru mematikan mirip SARS dilaporkan
tewas akibat virus (NCoV). Pasien kesembilan yang berusia 39 tahun,
diketahui meninggal pada 2 Maret lalu setelah dirawat di rumah sakit
selama beberapa hari.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengkonfirmasikan kebenaran berita ini. Menurut WHO, pasien tersebut terjangkit virus Novel Corona sejak 24 Februari lalu. Virus ini diketahui berasal dari keluarga virus yang sama seperti virus SARS yang pertama kali ditemukan di benua Asia pada 2003.
Pasien yang terjangkit NCoV memiliki ciri-ciri pasien mengalami kesulitan pernafasan yang parah, demam dan batuk-batuk selama beberapa hari. Menurut Reuters, Selasa 12 Maret 2013, penyakit ini diketahui menjangkiti seorang pria Qatar yang bermukim di Inggris. Setelah ditelusuri, pria tersebut ternyata sebelumnya pernah bepergian ke Arab Saudi.
"Investigasi awal mengindikasikan bahwa pasien baru saja berkunjung ke Arab Saudi tetapi tidak melakukan kontak dengan orang lain yang menderita penyakit yang sama ketika berada di Arab," ujar WHO seperti dikutip Reuters.
Masih menurut WHO, mereka masih terus menyelidiki potensi lain yang dapat mempercepat penyebaran virus tersebut.
Sebanyak 15 orang diketahui mengidap NCoV dan sembilan di antaranya dilaporkan tewas akibat virus mematikan tersebut. Sebagian besar pasien yang mengidap NCoV diketahui pernah bermukim di Timur Tengah atau pernah mengunjungi daerah tersebut baru-baru ini.
Walaupun mematikan, para peneliti di Eropa mengatakan pasien yang terinfeksi virus ini masih dapat menerima perawatan dengan menggunakan obat-obatan yang digunakan untuk menyembuhkan penyakit SARS.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengkonfirmasikan kebenaran berita ini. Menurut WHO, pasien tersebut terjangkit virus Novel Corona sejak 24 Februari lalu. Virus ini diketahui berasal dari keluarga virus yang sama seperti virus SARS yang pertama kali ditemukan di benua Asia pada 2003.
Pasien yang terjangkit NCoV memiliki ciri-ciri pasien mengalami kesulitan pernafasan yang parah, demam dan batuk-batuk selama beberapa hari. Menurut Reuters, Selasa 12 Maret 2013, penyakit ini diketahui menjangkiti seorang pria Qatar yang bermukim di Inggris. Setelah ditelusuri, pria tersebut ternyata sebelumnya pernah bepergian ke Arab Saudi.
"Investigasi awal mengindikasikan bahwa pasien baru saja berkunjung ke Arab Saudi tetapi tidak melakukan kontak dengan orang lain yang menderita penyakit yang sama ketika berada di Arab," ujar WHO seperti dikutip Reuters.
Masih menurut WHO, mereka masih terus menyelidiki potensi lain yang dapat mempercepat penyebaran virus tersebut.
Sebanyak 15 orang diketahui mengidap NCoV dan sembilan di antaranya dilaporkan tewas akibat virus mematikan tersebut. Sebagian besar pasien yang mengidap NCoV diketahui pernah bermukim di Timur Tengah atau pernah mengunjungi daerah tersebut baru-baru ini.
Walaupun mematikan, para peneliti di Eropa mengatakan pasien yang terinfeksi virus ini masih dapat menerima perawatan dengan menggunakan obat-obatan yang digunakan untuk menyembuhkan penyakit SARS.
WHO pun berusaha keras
untuk menyelidiki virus baru mematikan ini dengan terus memantau situasi
dari dekat. Selain itu mereka juga meminta kepada negara-negara anggota
WHO untuk terus melakukan pemantauan terhadap pasien yang terinfeksi
oleh penyakit pernafasan dan melakukan tindakan jika ditemukan gejala
yang tidak biasa.
"WHO saat ini masih terus bekerja sama dengan para ahli internasional dan berbagai negara di mana kasus virus tersebut pertama kali dilaporkan muncul. Kami perlu untuk melakukan penilaian situasi dan memberikan rekomendasi selama proses pemantauan berlangsung," kata WHO.
"WHO saat ini masih terus bekerja sama dengan para ahli internasional dan berbagai negara di mana kasus virus tersebut pertama kali dilaporkan muncul. Kami perlu untuk melakukan penilaian situasi dan memberikan rekomendasi selama proses pemantauan berlangsung," kata WHO.