Wednesday, March 2, 2011

“Saya Gadis Meksiko dan Saya Seorang Muslimah”

Tanggal 15 Desember 2008 menjadi hari yang bersejarah bagi Lucia, gadis Meksiko yang lahir dan besar di Mexico City. Pada hari itu, Lucia membuat keputusan besar dalam hidupnya, ia mengucapkan dua kalimat syahadat dan menjadi seorang muslimah.
“Itu adalah hari pertama saya menerima Islam dalam hidup saya,” kata Lucia.
Meksiko adalah negara yang unik dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Amerika Selatan. Negara ini merupakan perpaduan antara budaya pra-Hispanik, tradisi dan keyakinan dengan budaya dan agama orang-orang Spanyol. Jumlah penduduk Meksiko lebih dari 100 juta orang, tapi jumlah Muslim di negara ini relatif sedikit, hanya sekitar 3.000 jiwa. Katolik menjadi agama mayoritas di Meksiko
“Meski orang-orang Meksiko adalah orang-orang yang hangat, terbuka dan bisa menerima siapa saja, tapi kami agak sungkan jika sudah membicarakan masalah agama,” ujar Lucia.
Lucia mengungkapkan, ia pertama kali mengenal Islam lewat seorang sahabat karibnya saat menjalani tahun-tahun pertama sebagai mahasiswi di sebuah universitas. Nama sahabatnya itu Navide, asal Afghanistan.
“Dia bilang, ia datang ke Meksiko karena tertarik dengan budaya kami dan bahasa Spanyolnya yang ‘seksi’. Ketika ia mulai membicarakan tentang Islam, saya harus mengakui, rasanya seperti jatuh cinta pada pandangan pertama. Saya kagum dengan kesederhanaan yang indah, yang diajarkan Islam …”
“Tidak seperti ajaran Katolik, Islam tidak mengajarkan dogma. Islam tidak memaksa orang masuk Islam, tapi Islam memberikan Anda dasar-dasar yang kuat untuk meyakini Islam. Islam tidak memberikan ide-ide yang kadang tanpa makna bagi manusia. Selain itu, Islam mengajarkan toleransi dan kasih sayang pada seluruh umat manusia, tanpa melihat latar belakang ras, agama dan keyakinannya,” tutur Lucia mengungkapkan kekagumannya pada Islam.
Meski demikian, ketika itu masih ada keraguan di dalam hatinya. Lucia pun mulai mencari tahu sendiri dengan membeli buku-buku tentang sejarah Islam, masyarakat Islam, ajaran dan prinsip-prinsip yang diajarkan Islam. Selain dari buku, Lucia juga mencoba mengakses internet dan menemukan banyak informasi tentang Islam di dunia maya.
“Saya tidak tahu dari mana harus memulai. Navide menyarankan agar saya mencoba bergaul dengan komunitas Muslim. Masalahnya, saya juga tidak tahu dimana bisa bertemu dengan komunitas Muslim di Meksiko,” Lucia mengungkapkan kesulitannya di awal ia ingin mengenal Islam lebih jauh.
Lucia akhirnya memilih jejaring sosial untuk melakukan kontak dengan komunitas Muslim. Cara ini, menurut Lucia, cukup menarik, tapi ia mengaku agak kecewa karena menemukan beberapa orang yang bersikap tidak ramah begitu tahu Lucia bukan seorang muslim.
Pengalaman itu tidak membuat Lucia mundur, ia terus mencari informasi dimana bisa menemukan komunitas Muslim tempat ia bisa belajar banyak tentang Islam.
Akhirnya, Lucia menemukan seorang Muslim bernama Sajad yang kemudian menjadi sahabatnya. Dengan Sajad yang sekarang tinggal di Inggris, ia bisa menghabiskan waktu berjam-jam membicarakan banyak hal, termasuk tentang Islam.
Dalam sebuah perbincangan, Sajad membuat Lucia menyadari bahwa hidup ini ibarat melihat refleksi diri kita dalam sebuah kolam. “Pertama, kita hanya melihat pantulan wajah kita, lalu kita menyadari bahwa banyak mahkluk yang ada hidup di dalam dan di luar kolam. Ada angin yang bertiup, ada matahari yang bersinar … Islam, buat saya seperti mendapatkan kesadaran itu,” imbuh Lucia.
Semakin banyak membaca tentang Islam, Lucia makin menyukai ajaran Islam. “Saya juga seorang ilmuwan, dengan ilmu pengetahuan saya mendapat kesempatan untuk merenungkan makna kehidupan, dan bagaimana semua yang ada di bumi ini bekerja. Saya mendapat kesempatan untuk berkontemplasi, menganalisa dan bertanya pada diri sendiri tentang detil kehidupan sampai yang sekecil-kecilnya, banyak orang yang tidak menemukan jawabannya. Tapi begitu ada jawabannya, ribuan pertanyaan lain menyerbu,” tutur Lucia.
Ia melihat perbedaan antara ajaran Katolik dan ajaran Islam. Di agama Katolik, segala sesuatunya terkesan dirahasiakan. Sedangkan Islam, agama ini mengajarkan manusia untuk mencari ilmu dan kebenaran. “Ajaran ini saya sebut, sangat cocok dengan gaya hidup kemusliman saya,” tukas Lucia.
Hidayah itu Akhirnya Datang Juga
Ia mengakui pernah ragu apakah akan masuk Islam atau tidak, karena khawatir akan pandangan orangtuanya dan orang-orang sekitar yang mengenalnya. Lucia masih belum yakin akan seperti apa reaksi mereka jika tahu ia menjadi seorang muslim.
“Harus saya akui, sulit bagi saya mengesampingkan semua kekhawatiran itu. Pikiran saya jadi kacau. Saya sedih dan bingung,” ungkap Lucia.
Di tengah kegundahan dan kerisauan itu, Lucia menyadari bahwa manusia tidak pernah tahu apa yang akan terjadi besok. Manusia kadang memikirkan soal hari esok, padahal belum tentu hari esok itu datang untuknya. Lucia merasa ia harus mengubah hidupnya.
Setelah merenungkan semuanya, malam hari Lucia menghubungi Sajad dan mengatakan keinginannya untuk masuk Islam. Sajad juga yang membimbing Lucia mengucapkan syahadat keesokan harinya.
“Setelah itu, rasa takut dan khawatir dalam diri saya hilang. Dan saya akhirnya tahu bahwa rasa takut itu yang membuat saya ragu untuk meraih apa yang saya inginkan,” ujarnya.
Seminggu kemudian, Lucia berusaha sendiri mencari masjid yang ada di Mexico City. Ia ingin mengucapkan syahadat secara resmi. Keluarga Lucia syok mendengar apa yang ingin dilakukan puterinya, mereka memutuskan untuk tidak ikut Lucia ke masjid. Sebuah situasi yang sulit bagi Lucia karena dituding telah menerima sesuatu yang bukan budaya orang Meksiko.
Hari itu, 15 Januari 2008, Lucia berasa di sebuah apartemen kecil yang berfungsi sebagai masjid. Ia mengucapkan syahadat di sana dan diberi nama Islami, Noor Sabiya.
Setelah resmi menjadi seorang muslimah, Lucia belajar salat. Ia merasa kedamaian dalam hatinya setelah masuk Islam. Apalagi ia bertemu dengan teman baru. “Tapi yang paling penting buat saya, akhirnya saya menemukan tempat yang saya inginkan, tempat itu saya temukan dalam Islam,” tandasnya.