Oleh: Badrul Tamam
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Tuhan yang Maha Esa yang hanya kepada-Nya ibadah berhak di berikan. Siapa yang memberikan ibadah kepada selain-Nya maka ia termasuk orang merugi.
Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Acara pernikahan pejabat tinggi selalu mendapat sorotan dari media. Bukan hanya pas acara puncak, jauh-jauh hari biasanya sudah banyak ulasan tentang persiapannya. Sehingga perjalanan acara sakral perjalanan hidup manusia tersebut dapat disaksikan orang banyak. Jika media memujinya, sudah barang tentu banyak khalayak yang menilainya sebagai kebaikan. Karena zaman sekarang media seolah sudah menjadi wahyu yang membawa kebenaran. Apa kata media, maka masyarakat akan mengikutinya.
Terhadap pernikahan putri bungsu Raja Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu Bendara atau GRAy Nurastuti Wijareni dengan Kanjeng Pangeran Haryo Yudanegara atau Achmad Ubaidillah, tak henti-henti media mengulasnya. Bahkan di beberapa stasiun televisi ditayangkan berulang kali dalam Headline News-nya. Beberapa event yang ditayangkan dan diberi perhatian khusus tak semua selaras dengan akidah dan nilai-nilai Islam. Salah satunya -acara yang dianggap menarik dan unik- adalah penganten edan-edanan.
Penganten edan-edanan menjadi salah satu proses pernikahan agung di Kraton Yogyakarta saat mengawal KPH Yudanegara saat hendak melakukan prosesi panggih atau temu penganten. Yaitu dua pasang penganten yang berdandan seperti penganten namun berantakan. Bahkan terlihat seperti orang gila, makanya disebut penganten edan-edanan.
Menurut keyakinan kraton, tradisi penganten edan-edanan yang berperilaku seperti orang gila sambil menari-nari ini untuk membuka jalan bagi penganten dan untuk mengusir atau menolak bala, agar proses pernikahan berjalan lancar.
“Ini sebagai tolak bala’ agar acara berlangsung lancar tanpa halangan apapun, kamilah penolak balanya,” kata salah satu pemeran manten edan-edanan Nyi Mas Wedono Hamong Sumowiyardjo. (Lihat: Tolak Bala, Manten Edan-edanan Kawal Mantu Sultan Selasa, www.detiknews.com, 18/10/2011)
Isti’adzah Kepada Selain Allah Adalah Syirik
Isti’adzah maknanya adalah meminta perlindungan. Yakni meminta agar dilindungi dan diamankan dari keburukan. Dan itu termasuk bagian dari thalab (permintaan) seperti istighatsah (meminta dihilangkan bencana), isti’anah (minta pertolongan), istisqa’ (meminta diberikan hujan) dan semisalnya. Semua itu termasuk doa. Dan doa termasuk ibadah. Oleh karena itu ia harus ditujukan dan dimohonkan kepada Allah Allah semata, jika kepada selain-Nya maka termasuk syirik. Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا
“Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS. Al-Jin: 18)
ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِن قِطْمِيرٍ إِن تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ
“Yang (berbuat) demikian Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nya lah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu. . .” (QS. Faathir: 13-14)
Maka mengusir bala’ dan berlindung dari gangguan makhluk halus dengan mengadakan dua pasang penganten edan-edanan yang bertingkah dan menari-nari seperti orang gila termasuk bagian dari isti’adzah. Hanya kepada siapa itu dimohonkan. Jika kepada Allah tentu ada aturan/syariat yang mengaturnya, dan pasti tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam lainnya seperti menutup aurat dan mejaga kehormatan diri. Sementara tolak bala’ ala kraton Yogyakarta jelas tidak ada petunjuknya dalam syariat Islam, padahal Islam selalu memberikan perhatian pada urusan doa. Kemudian pertanyaan, ini syariat siapa? Dan jika menuruti pembuat syariat penganten edan-edanan itu berarti doa ditujukan kepadanya.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin menyebutkan satu kaidah, “Sesungguhnya setiap manusia yang bersandar kepada suatu sebab yang tak pernah ditetapkan oleh syariat sebagai sebab, maka ia telah melakukan kesyirikan dengan syirik kecil.” (Al-Qaul al-Mufid, Syarhu Kitab al-Tauhid, Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin: 1/358)
Dan dalam perkataan beliau yang lain, “Sesungguhnya setiap orang yang meyakini sesuatu sebagai sebab dalam satu perkara, tapi tidak pernah ada ketetapan bahwa itu sebagai sebab, baik secara kauni (sebab akibat) atau syar’i, maka kesyirikan yang diperbuatnya itu termasuk syirik kecil. Karena kita tidak punya hak untuk menetapkan bahwa ini merupakan sebab kecuali apabila Allah telah menjadikannya sebagai sebab, baik kauni atau syar’i. Yang disebut syar’i itu seperti membaca Al-Qur’an dan doa. Sedangkan yang kauni itu seperti berobat yang telah terbukti manfaatnya.” ((Al-Qaul al-Mufid, Syarhu Kitab al-Tauhid: 1/358)
Maka jikapun acara tola’ balak tersebut benar dimintakan kepada Allah, agar Dia menjaga acara tersebut dan melindunginya dari berbagai gangguan, maka itu masih termasuk syirik kecil, karena melakukan sebab yang tak dijadikan syariat sebagai sebab. Dan ia menjadi pintu gerbang menuju kesyirikan sebagaimana yang dijelaskan para ulama. Tapi kalau diperhatikan, sangat jauh kalau tolak bala’ itu dimohonkan kepada Allah karena berbalutkan kemaksiatan seperti mengumbar aurat. sang wanita hanya pakai kemben, dan lainnya. Jika demikian maka perbuatan itu termasuk syirik besar yang bisa membatalkan keimanan pelakunya, menghapus amal-amal baiknya, dan jika dibawa mati (belum bertaubat) maka Allah tidak akan mengampuninya sehingga ia akan kekal di dalam neraka. wal-’iyadhu billah. . .
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al Nisaa’: 48 dan 116)
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang dzalim itu seorang penolong pun.” (QS. Al Maaidah: 72)
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Zumar: 65)
Meminta Perlindungan Kepada Selain Allah Adalah Tradisi Jahiliyah
Kebiasaan bangsa Arab Jahiliyah dahulu, apabila mereka melewati suatu lembah atau tempat yang menyeramkan maka mereka berlindung kepada raja jin di tempat tersebut agar melindungi mereka dari gangguan jin atau hewan yang ingin mencelakakan mereka. Sebagaimana mereka, apabila datang ke negeri musuh lalu mereka meminta perlindungan kepada pembesar negeri tersebut dan di bawah jaminannya.
Maka saat jin melihat para manusia tersebut meminta perlindungan kepada mereka karena takutnya, maka jin tersebut semakin menakut-nakuti mereka sehingga para manusia tersebut terus-menerus meminta perlindungan. Sehingga jin tersebut menambah kesesatan dan dosa, karena mereka terus-menerus melakukan kesyirikan dan kemungkaran yang diperintahkannya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا
“Dan sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki dari kalangan manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari jin, tetapi mereka (jin) menjadikan mereka (manusia) bertambah sesat.” (QS. Al-Jin: 6)
Para ulama telah sepakat bahwa perbuatan semacam ini, yaitu isti’adzah (memohon perlindungan) kepada selain Allah adalah tidak boleh, bahkan termasuk bagian kesyirikan.
Mula Ali al-Qari al-Hanafi berkata, “Tidak boleh memohon perlindungan kepada jin. Karena Allah Subhanahu wa Ta’alatelah mencela orang-orang kafir atas perbuatan tersebut.” Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan firman Allah Ta’ala:
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُمْ مِنَ الْإِنْسِ وَقَالَ أَوْلِيَاؤُهُمْ مِنَ الْإِنْسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ وَبَلَغْنَا أَجَلَنَا الَّذِي أَجَّلْتَ لَنَا قَالَ النَّارُ مَثْوَاكُمْ خَالِدِينَ فِيهَا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ
“Dan pada suatu hari saat Allah mengumpulkan mereka semua (dan berfirman): “Wahai golongan jin! Kamu telah benyak menyesatkan manusia.” Dan kawan-kawan mereka dari golongan manusia berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah saling mendapatkan kesenangan. Dan sekarang waktu yang telah Engkau tentukan kepada kami telah datang.” Allah berfirman, “Nerakalah tempat kamu selama-lamanya, kecuali jika Allah menghendaki lain.” Sungguh Tuhanmu Mahabijaksana, Mahamengetahui.” (QS. Al-An’am: 128)
Pelajaran dari kisah tersebut, bahwa diperolehnya manfaat duniawi berupa dihindarkan dari keburukan atau mendapatkan keuntungan tidak menunjukkan bahwa itu bukan syirik. Dan terkadang perbuatan syirik yang dilarang oleh Syariat bisa mendatangkan hasil duniawi yang diinginkan, seperti tukang sihir yang meminta bantuan jin untuk menimpakan sihir kepada orang yang disihirnya.
Memohon perlindungan kepada jin (sering dikatakan orang: penguasa tempat tersebut) supaya menghindarkannya dari berbagai mara bahaya, bala’, dan gangguan makhluk-makhluk halus (syetan) tidak hanya terjadi pada zaman jahiliyah. Di zaman modern ini pun masih banyak yang melakukannya, seperti memohon perlingdungan kepada Nyi Roro kidul (sering disebut penguasa laut selatan, padahal semua belahan bumi adalah milik Allah dan tunduk pada-Nya) saat melaut dengan melarung sesajen.
Di sebagian tempat meminta pertolongan dan perlindungan kepada jin ‘nyi roro kidul’ juga menjadi tradisi, khususnya saat melakukan hajatan, agar lancar dan tidak ada gangguan makhluk halus (syetan). Apakah Seperti itu pula yang terjadi pada acara pernikahan keluarga kraton Yogyakarta?
. . .diperolehnya manfaat duniawi berupa dihindarkan dari keburukan atau mendapatkan keuntungan tidak menunjukkan bahwa itu bukan syirik, dan terkadang perbuatan syirik yang dilarang oleh Syariat bisa mendatangkan hasil duniawi yang diinginkan, . .
Tuntunan Syar’i Dalam Memohon Perlindungan
Islam telah memberikan tuntutan di saat muncul kekhawatiran akan gangguan syetan, yaitu dengan berlindung kepada Allah Ta’ala. Yakni dengan berdoa yang disertai dengan iman kepada Allah, yakin dan bersandar kepada-Nya.
إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya setan ini tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya.” (QS. Al-Nahl: 99)
Kemudian kesempurnaan isti’adzah itu disertai dengan bertawakkal kepada Allah dan menyerahkan semua urusan kepada-Nya dengan menjaga ketaatan-ketaatan kepada-Nya seperti menjalankan amal wajib, sunnah, dan berdzikir. Dan siapa yang melaksanakan demikian maka Allah berfirman,
أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ وَيُخَوِّفُونَكَ بِالَّذِينَ مِن دُونِهِ وَمَن يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ
“Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya. Dan mereka mempertakuti kamu dengan (sembahan-sembahan) yang selain Allah? Dan siapa yang disesatkan Allah, maka tidak seorang pun pemberi petunjuk baginya.” (QS. Al-Zumar: 36)
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Jika Allah menimpakan suatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.” (QS. Al-An’am: 17)
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
“Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya.” (QS. Al-Thalaq: 3)
Salah satu contoh isti’adzah yang dituntunkan syariat adalah saat seorang muslim singgah di satu tempat yang seram atau menempati rumah baru dan berharap tidak mendapatkan gangguan atau kejahatan dari jin, kalajengking, ular dan makhluk Allah lainnya yang mempunyai potensi jahat, maka ia dianjurkan untuk berlindung kepada pencipta mereka semua, yaitu Allah Ta’ala. Salah satunya dengan membaca doa yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
مَنْ نَزَلَ مَنْزِلًا ثُمَّ قَالَ أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْءٌ حَتَّى يَرْتَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ ذَلِكَ
“Siapa yang singgah di suatu tempat, lalu ia membaca: A’udzu Bikalimaatillaahit Taammaati min Syarri Maa Khalaq (Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang diciptakan-Nya), maka tak ada sesuatupun yang membahayakannya sehingga ia beranjak dari tempatnya tersebut.” (HR. Muslim)
أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ
A’udzu Bikalimaatillaahit Taammaati min Syarri Maa Khalaq
“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang diciptakan-Nya.”
Jika orang-orang jahiliyah saat singgah di satu tempat mereka berlindung kepada jin-jin penguasa tempat tersebut, maka syariat datang dengan memerintahkan kepada kaum muslimin agar berlindung kepada Allah dengan menyebut nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya. Wallahu Ta’ala a’lam.
Sumber :http://www.voa-islam.com/
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Tuhan yang Maha Esa yang hanya kepada-Nya ibadah berhak di berikan. Siapa yang memberikan ibadah kepada selain-Nya maka ia termasuk orang merugi.
Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Acara pernikahan pejabat tinggi selalu mendapat sorotan dari media. Bukan hanya pas acara puncak, jauh-jauh hari biasanya sudah banyak ulasan tentang persiapannya. Sehingga perjalanan acara sakral perjalanan hidup manusia tersebut dapat disaksikan orang banyak. Jika media memujinya, sudah barang tentu banyak khalayak yang menilainya sebagai kebaikan. Karena zaman sekarang media seolah sudah menjadi wahyu yang membawa kebenaran. Apa kata media, maka masyarakat akan mengikutinya.
Terhadap pernikahan putri bungsu Raja Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu Bendara atau GRAy Nurastuti Wijareni dengan Kanjeng Pangeran Haryo Yudanegara atau Achmad Ubaidillah, tak henti-henti media mengulasnya. Bahkan di beberapa stasiun televisi ditayangkan berulang kali dalam Headline News-nya. Beberapa event yang ditayangkan dan diberi perhatian khusus tak semua selaras dengan akidah dan nilai-nilai Islam. Salah satunya -acara yang dianggap menarik dan unik- adalah penganten edan-edanan.
Penganten edan-edanan menjadi salah satu proses pernikahan agung di Kraton Yogyakarta saat mengawal KPH Yudanegara saat hendak melakukan prosesi panggih atau temu penganten. Yaitu dua pasang penganten yang berdandan seperti penganten namun berantakan. Bahkan terlihat seperti orang gila, makanya disebut penganten edan-edanan.
Menurut keyakinan kraton, tradisi penganten edan-edanan yang berperilaku seperti orang gila sambil menari-nari ini untuk membuka jalan bagi penganten dan untuk mengusir atau menolak bala, agar proses pernikahan berjalan lancar.
“Ini sebagai tolak bala’ agar acara berlangsung lancar tanpa halangan apapun, kamilah penolak balanya,” kata salah satu pemeran manten edan-edanan Nyi Mas Wedono Hamong Sumowiyardjo. (Lihat: Tolak Bala, Manten Edan-edanan Kawal Mantu Sultan Selasa, www.detiknews.com, 18/10/2011)
Isti’adzah Kepada Selain Allah Adalah Syirik
Isti’adzah maknanya adalah meminta perlindungan. Yakni meminta agar dilindungi dan diamankan dari keburukan. Dan itu termasuk bagian dari thalab (permintaan) seperti istighatsah (meminta dihilangkan bencana), isti’anah (minta pertolongan), istisqa’ (meminta diberikan hujan) dan semisalnya. Semua itu termasuk doa. Dan doa termasuk ibadah. Oleh karena itu ia harus ditujukan dan dimohonkan kepada Allah Allah semata, jika kepada selain-Nya maka termasuk syirik. Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا
“Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS. Al-Jin: 18)
ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِن قِطْمِيرٍ إِن تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ
“Yang (berbuat) demikian Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nya lah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu. . .” (QS. Faathir: 13-14)
Maka mengusir bala’ dan berlindung dari gangguan makhluk halus dengan mengadakan dua pasang penganten edan-edanan yang bertingkah dan menari-nari seperti orang gila termasuk bagian dari isti’adzah. Hanya kepada siapa itu dimohonkan. Jika kepada Allah tentu ada aturan/syariat yang mengaturnya, dan pasti tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam lainnya seperti menutup aurat dan mejaga kehormatan diri. Sementara tolak bala’ ala kraton Yogyakarta jelas tidak ada petunjuknya dalam syariat Islam, padahal Islam selalu memberikan perhatian pada urusan doa. Kemudian pertanyaan, ini syariat siapa? Dan jika menuruti pembuat syariat penganten edan-edanan itu berarti doa ditujukan kepadanya.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin menyebutkan satu kaidah, “Sesungguhnya setiap manusia yang bersandar kepada suatu sebab yang tak pernah ditetapkan oleh syariat sebagai sebab, maka ia telah melakukan kesyirikan dengan syirik kecil.” (Al-Qaul al-Mufid, Syarhu Kitab al-Tauhid, Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin: 1/358)
Dan dalam perkataan beliau yang lain, “Sesungguhnya setiap orang yang meyakini sesuatu sebagai sebab dalam satu perkara, tapi tidak pernah ada ketetapan bahwa itu sebagai sebab, baik secara kauni (sebab akibat) atau syar’i, maka kesyirikan yang diperbuatnya itu termasuk syirik kecil. Karena kita tidak punya hak untuk menetapkan bahwa ini merupakan sebab kecuali apabila Allah telah menjadikannya sebagai sebab, baik kauni atau syar’i. Yang disebut syar’i itu seperti membaca Al-Qur’an dan doa. Sedangkan yang kauni itu seperti berobat yang telah terbukti manfaatnya.” ((Al-Qaul al-Mufid, Syarhu Kitab al-Tauhid: 1/358)
Maka jikapun acara tola’ balak tersebut benar dimintakan kepada Allah, agar Dia menjaga acara tersebut dan melindunginya dari berbagai gangguan, maka itu masih termasuk syirik kecil, karena melakukan sebab yang tak dijadikan syariat sebagai sebab. Dan ia menjadi pintu gerbang menuju kesyirikan sebagaimana yang dijelaskan para ulama. Tapi kalau diperhatikan, sangat jauh kalau tolak bala’ itu dimohonkan kepada Allah karena berbalutkan kemaksiatan seperti mengumbar aurat. sang wanita hanya pakai kemben, dan lainnya. Jika demikian maka perbuatan itu termasuk syirik besar yang bisa membatalkan keimanan pelakunya, menghapus amal-amal baiknya, dan jika dibawa mati (belum bertaubat) maka Allah tidak akan mengampuninya sehingga ia akan kekal di dalam neraka. wal-’iyadhu billah. . .
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al Nisaa’: 48 dan 116)
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang dzalim itu seorang penolong pun.” (QS. Al Maaidah: 72)
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Zumar: 65)
Meminta Perlindungan Kepada Selain Allah Adalah Tradisi Jahiliyah
Kebiasaan bangsa Arab Jahiliyah dahulu, apabila mereka melewati suatu lembah atau tempat yang menyeramkan maka mereka berlindung kepada raja jin di tempat tersebut agar melindungi mereka dari gangguan jin atau hewan yang ingin mencelakakan mereka. Sebagaimana mereka, apabila datang ke negeri musuh lalu mereka meminta perlindungan kepada pembesar negeri tersebut dan di bawah jaminannya.
Maka saat jin melihat para manusia tersebut meminta perlindungan kepada mereka karena takutnya, maka jin tersebut semakin menakut-nakuti mereka sehingga para manusia tersebut terus-menerus meminta perlindungan. Sehingga jin tersebut menambah kesesatan dan dosa, karena mereka terus-menerus melakukan kesyirikan dan kemungkaran yang diperintahkannya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا
“Dan sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki dari kalangan manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari jin, tetapi mereka (jin) menjadikan mereka (manusia) bertambah sesat.” (QS. Al-Jin: 6)
Para ulama telah sepakat bahwa perbuatan semacam ini, yaitu isti’adzah (memohon perlindungan) kepada selain Allah adalah tidak boleh, bahkan termasuk bagian kesyirikan.
Mula Ali al-Qari al-Hanafi berkata, “Tidak boleh memohon perlindungan kepada jin. Karena Allah Subhanahu wa Ta’alatelah mencela orang-orang kafir atas perbuatan tersebut.” Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan firman Allah Ta’ala:
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُمْ مِنَ الْإِنْسِ وَقَالَ أَوْلِيَاؤُهُمْ مِنَ الْإِنْسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ وَبَلَغْنَا أَجَلَنَا الَّذِي أَجَّلْتَ لَنَا قَالَ النَّارُ مَثْوَاكُمْ خَالِدِينَ فِيهَا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ
“Dan pada suatu hari saat Allah mengumpulkan mereka semua (dan berfirman): “Wahai golongan jin! Kamu telah benyak menyesatkan manusia.” Dan kawan-kawan mereka dari golongan manusia berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah saling mendapatkan kesenangan. Dan sekarang waktu yang telah Engkau tentukan kepada kami telah datang.” Allah berfirman, “Nerakalah tempat kamu selama-lamanya, kecuali jika Allah menghendaki lain.” Sungguh Tuhanmu Mahabijaksana, Mahamengetahui.” (QS. Al-An’am: 128)
. . .Para ulama telah sepakat isti’adzah (memohon perlindungan) kepada selain Allah adalah tidak boleh, bahkan termasuk bagian kesyirikan. . .Kesenangan yang didapatkan manusia dari jin berupa dituruti keinginannya, dikerjaka apa yang disuruhnya, dan diberitahu dari sebagian kabar ghaib. Sementara kesenangan yang didapatkan jin, manusia mengagungkannya, meminta perlindungan kepadanya, dan tunduk terhadap titahnya. (Diringkas dari Fathul Majid: 196)
Pelajaran dari kisah tersebut, bahwa diperolehnya manfaat duniawi berupa dihindarkan dari keburukan atau mendapatkan keuntungan tidak menunjukkan bahwa itu bukan syirik. Dan terkadang perbuatan syirik yang dilarang oleh Syariat bisa mendatangkan hasil duniawi yang diinginkan, seperti tukang sihir yang meminta bantuan jin untuk menimpakan sihir kepada orang yang disihirnya.
Memohon perlindungan kepada jin (sering dikatakan orang: penguasa tempat tersebut) supaya menghindarkannya dari berbagai mara bahaya, bala’, dan gangguan makhluk-makhluk halus (syetan) tidak hanya terjadi pada zaman jahiliyah. Di zaman modern ini pun masih banyak yang melakukannya, seperti memohon perlingdungan kepada Nyi Roro kidul (sering disebut penguasa laut selatan, padahal semua belahan bumi adalah milik Allah dan tunduk pada-Nya) saat melaut dengan melarung sesajen.
Di sebagian tempat meminta pertolongan dan perlindungan kepada jin ‘nyi roro kidul’ juga menjadi tradisi, khususnya saat melakukan hajatan, agar lancar dan tidak ada gangguan makhluk halus (syetan). Apakah Seperti itu pula yang terjadi pada acara pernikahan keluarga kraton Yogyakarta?
. . .diperolehnya manfaat duniawi berupa dihindarkan dari keburukan atau mendapatkan keuntungan tidak menunjukkan bahwa itu bukan syirik, dan terkadang perbuatan syirik yang dilarang oleh Syariat bisa mendatangkan hasil duniawi yang diinginkan, . .
Tuntunan Syar’i Dalam Memohon Perlindungan
Islam telah memberikan tuntutan di saat muncul kekhawatiran akan gangguan syetan, yaitu dengan berlindung kepada Allah Ta’ala. Yakni dengan berdoa yang disertai dengan iman kepada Allah, yakin dan bersandar kepada-Nya.
إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya setan ini tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya.” (QS. Al-Nahl: 99)
Kemudian kesempurnaan isti’adzah itu disertai dengan bertawakkal kepada Allah dan menyerahkan semua urusan kepada-Nya dengan menjaga ketaatan-ketaatan kepada-Nya seperti menjalankan amal wajib, sunnah, dan berdzikir. Dan siapa yang melaksanakan demikian maka Allah berfirman,
أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ وَيُخَوِّفُونَكَ بِالَّذِينَ مِن دُونِهِ وَمَن يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ
“Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya. Dan mereka mempertakuti kamu dengan (sembahan-sembahan) yang selain Allah? Dan siapa yang disesatkan Allah, maka tidak seorang pun pemberi petunjuk baginya.” (QS. Al-Zumar: 36)
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Jika Allah menimpakan suatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.” (QS. Al-An’am: 17)
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
“Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya.” (QS. Al-Thalaq: 3)
Salah satu contoh isti’adzah yang dituntunkan syariat adalah saat seorang muslim singgah di satu tempat yang seram atau menempati rumah baru dan berharap tidak mendapatkan gangguan atau kejahatan dari jin, kalajengking, ular dan makhluk Allah lainnya yang mempunyai potensi jahat, maka ia dianjurkan untuk berlindung kepada pencipta mereka semua, yaitu Allah Ta’ala. Salah satunya dengan membaca doa yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
مَنْ نَزَلَ مَنْزِلًا ثُمَّ قَالَ أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْءٌ حَتَّى يَرْتَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ ذَلِكَ
“Siapa yang singgah di suatu tempat, lalu ia membaca: A’udzu Bikalimaatillaahit Taammaati min Syarri Maa Khalaq (Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang diciptakan-Nya), maka tak ada sesuatupun yang membahayakannya sehingga ia beranjak dari tempatnya tersebut.” (HR. Muslim)
أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ
A’udzu Bikalimaatillaahit Taammaati min Syarri Maa Khalaq
“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang diciptakan-Nya.”
Jika orang-orang jahiliyah saat singgah di satu tempat mereka berlindung kepada jin-jin penguasa tempat tersebut, maka syariat datang dengan memerintahkan kepada kaum muslimin agar berlindung kepada Allah dengan menyebut nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya. Wallahu Ta’ala a’lam.
Sumber :http://www.voa-islam.com/